LAPORAN MAGANG
30 JANUARI s.d 12 PEBRUARI 2017
KEGIATAN
III
AKLIMATISASI
ANGGREK
Oleh :
Nama : Maratus
Sholihah
NIM :
A1D015073
PJ :1.
Irni Furnawanthi
2. Kubil
KEMENTERIAN
RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Teknik budidaya
secara in vitro dianggap selesai saat terbentuk plantlet
(tanaman kecil) yang mempunyai pucuk pada ujung yang satu dan akar pada ujung
yang lainnya kemudian memindahkan plantlet tersebut pada lingkunan luar.
Masa ini merupakan masa kritis karena plantlet harus menyesuaikan diri dari
kondisi heterotrof yang aseptic cdan terpenuhi semua kebutuhan
untuk proses pertumbuhan (hara, kelembaban dan cahaya matahari) menjadi kondisi
autotrof yang aseptic dan kondisi alam yang serba tidak
teratur. Di
lingkungan autotrof tanaman didorong untuk mampu mengadakan fotosintesis
sendiri sehingga dapat tumbuh dan berkembang. Masa penyesuaian diri (adaptasi)
ini secara umum disebut aklimatisasi.
Aklimatisasi
dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap
lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi,
selain itu aklimatisasi dilakukan untuk
mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang
aseptik. Aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur
terhadap lingkungan baru sebelum kemudian ditanam di lahan yang sesungguhnya.
Berdasarkan
uraian tersebut diketahui bahwa aklimatisasi merupakan bagian dari teknik
budidaya khususnya ex vitro karena mencakup ruang diluar laboratorium, biasanya
dilakukan di screen house dengan tetap memperhatikan alat dan lingkungan yang
steril. Aklimatisasi sangat penting dilakukan sebagai bagian dari penyesuaian
hidup suatu tanaman. Oleh karena itu, praktik aklimatisasi perlu dilakukan demi
menunjang kegiatan budidaya baik in vitro maupun ex vitro.
B. Tujuan
Tujuan kegiatan praktik ini untuk mengetahui proses aklimatisasi
anggrek
II. TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu
tahapan terpenting dalam perbanyakan tanaman secara in vitro adalah
aklimatisasi yang akan menentukan keberhasilan tumbuh planlet di lingkungan ex
vitro (Arditi, 1997). Aklimatisasi adalah proses adaptasi suatu planlet
terhadap perubahan dari lingkungan heterotrof ke lingkungan autotrof
(Kartikasari, 2009). Tahapan ini dilakukan agar tanaman yang sebelumnya
ditumbuhkan dalam botol kultur dengan suplai media lengkap tetap dapat bertahan
hidup secara mandiri dan berfotosintesis pada kondisi lingkungan eksternal
(Yosepa et al., 2012).
Aklimatisasi
merupakan kegiatan akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses
pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke
kondisi lingkungan tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta
tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet)
tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan
dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan
tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan
dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi
tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Aklimatisasi adalah suatu
proses dimana suatu tanaman beradaptasi sengan perubahan lingkungan (Torres, 1989).
Menurut
Wulandari dan Dewi (2014) media tanam merupakan salah satu faktor penting dalam
aklimatisasi. Spaghnum moss merupakan jenis lumut-lumutan yang memiliki sistem
drainase yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai media tanam untuk pertumbuhan
planlet anggrek Phalaenopsis. Selain media tanam, salah satu faktor yang
penting diperhatikan dalam tahap aklimatisasi adalah pemupukan. Pemberian pupuk
pada tanaman anggrek mengutamakan tiga unsur hara yang diperlukan, yaitu unsur
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Unsur N berpengaruh dalam
meningkatkan pertumbuhan vegetatif, unsur P untuk merangsang pertumbuhan
generatif, inisiasi akar, dan
pendewasaan tanaman, dan unsur K sebagai katalisator (Ginting et al,
2001).
Pada aklimatisasi
diperlukan ketelitian karena merupakan tahap kritis dan seringkali menyebabkan
kematian planlet. Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan
kelembaban 90-100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan
dengan hal tersebut.Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang
tipis dan jaringan pembuluh yang belum sempurna. Kutikula yang tipis
menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air dibanding dengan tanaman yang
normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut sangat lemah daya bertahannya.
Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman akantetap menjadi layu karena kehilangan
air yang tidak terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat
langsung ditanam dirumah kaca (Wetherelll, 1982).
Mengacu pada
penjelasan di atas maka planlet terlebih dahulu harus ditanam didalam
lingkungan yang memadai untuk pertumbuhannya kemudian secara perlahan dilatih
untuk terus dapat beradaptasi dengan lingkungan sebenarnya di lapang.
Lingkungan yang tersebut secara umum dapat diperoleh dengan cara memindahkan
planlet kedalam plastik atau boks kecil yang terang dengan terus menurunkan
kelembaban udaranya. Planlet-planlet tersebut kemudian diaklimatisasi secara
bertahap mengurangi kelembaban relatif lingkungannya, yaitu dengan cara membuka
penutup wadah plastik atau boks secara bertahap pula (Torres, 1989).
Setelah tahap
perakaran, maka fase selanjutnya yang harus dilakukan adalah aklimatisasi
tanaman di rumah kaca. Keberhasilan aklimatisasi selain dipengaruhi faktor
perakaran tanaman, juga kemampuan mengendalikan kondisi lingkungan, dan media
tumbuh di rumah kaca. Menurut Nova dan Sitti Fatimah (2012) keberhasilan
aklimatisasi planlet sungkai dipengaruhi oleh cara penanganan saat pengeluaran
plantlet dari botol kultur, media tumbuh saat di rumah kaca (harus steril) dan
lingkungan mikro plantlet (disungkup selama 2 minggu sampai muncul daun baru).
Menurut Parnidi
dan Untung (2016) Aklimatisasi merupakan tahapan dalam teknik kultur jaringan
guna membantu planlet untuk berdaptasi di lingkungan non steril. Aklimatisasi
merupakan tahap yang tidak kalah pentingnya dalam pembiakan secara kultur
jaringan. Apabila dalam tahap aklimatisasi berhasil maka secara keseluruhan
perkembangbiakan secara kultur jaringan berhasil pula. Masa aklimatisasi ini
merupakan masa kritis bagi tanaman karena tanaman yang semula mendapat nutrisi
dari media secara tiba-tiba harus mencari makanan (nutrisi) sendiri.
Aklimatisasi dilakukan bila planlet telah mencapai pertumbuhan optimal dengan
struktur akar yang sempurna. Tujuan utama aklimatisasi adalah agar planlet
tersebut dapat beradaptasi pada lingkungan eksternal (Aisyah, 2002). Pada saat
aklimatisasi faktor suhu, cahaya, dan media tanam sangat menentukan
keberhasilan aklimatisasi.
III.
METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Bahan
yang di gunakan pada praktik kegiatan aklimatisasi adalah Explan yang siap
diaklimatisasi, media tanam berupa akar pakis dan arang, fungisida,
bakterisida, air. Sedangkan alat yang digunakan adalah pot, baskom, dan pinset.
B.
Prosedur
Kerja
1.
Siapkan alat
dan bahan
2.
Media tanam
disiapkan dalam pot, pot diisi akar pakis dan arang dengan perbandingan 1:1
3.
Eksplan
disterilisasi dengan direndam larutan dari campuran bakterisid, fungisida dan air
selama 10 menit
4.
Eksplan
dikeringkananginkan
5.
Eksplan ditanam
pada media pot dengan bantuan pinset
IV.
HASIL
Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang banyak diminati
masyarakat luas. Perbanyakan tanaman anggrek pada umumnya dilakukan melalui dua
cara yaitu, konvensional dan metode kultur in vitro. Metode kultur in vitro
berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang
mempunyai sifat seperti induknya yang tahap pengerjaannya di dalam
laboratorium. Perbanyakan konvensional secara vegetatif tidak praktis dan tidak
menguntungkan karena jumlah anakan yang diperoleh dengan cara ini sangat
terbatas (Purnami et al. 2014).
Masa
aklimatisasi merupakan masa kritis bagi kelangsungan hidup tanaman hasil kultur
jaringan. Aklimatisasi adalah satu tahapan dalam kultur jaringan yang merupakan
proses adaptasi planlet hidup pada kondisi aseptik dan heterotrof lalu dipindah
ke kondisi yang tidak aseptik dan harus hidup dalam kondisi autotrof. Tanaman
kultur jaringan hampir tidak pernah berfotosistesis, lapisan kutikula tidak
berkembang, jaringan pembuluh antara akar dan pucuk tidak berkembang serta
stomata yang belum berfungsi dengan baik. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman
kurang mampu hidup setelah aklimatisasi akibat belum mampu berfotosintesis
secara optimal dan beradaptasi pada lingkungan ex vitro.
Berdasarkan praktik yang dilakukan diketahui
bahwa aklimatisasi merupakan tahapan adaptasi bagi eksplan yang awalnya berada
di laboratorium kemudian dipindah keluar ruangan. Langkah-langkah yang
dilakukan saat aklimatisasi, pertama mempersiapkan alat dan bahan yang
diperlukan, media tanam disiapkan, bahan-bahan seperti bakterisida dan
fungisida sebagai larutan untuk sterilisasi ditimbang terlebih dahulu sesuai
dosis yang ditentukan. Dosis bakterisida dan fungisida yang digunakan adalah 2
gram per liter, pada praktik kali ini digunakan 2 liter air sehingga diperlukan
4 gram fungisida dan 4 gram bakterisida. Media
tanam disiapkan dalam pot, pot diisi akar pakis dan arang dengan perbandingan
1:1
Menurut Wulandari dan Dewi (2014) media tanam
merupakan salah satu faktor penting dalam aklimatisasi. Spaghnum moss merupakan
jenis lumut-lumutan yang memiliki sistem drainase yang baik sehingga dapat
dijadikan sebagai media tanam untuk pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis
(Suryati, 2007).
Pakis
baik untuk media anggrek karena memiliki daya mengikat air, serta aerasi dan
draenase yang baik. Pakis juga sangat awet karena melapuk secara perlahan-lahan
dan mengandung unsur hara yang dibutuhkan anggrek untuk pertumbuhannya. Arang
merupakan media yang cukup baik untuk digunakan karena tidak cepat lapuk dan
tidak mudah ditumbuhi cendawan dan bakteri. Namun, arang sukar mengikat air dan
miskin zat hara. Serabut kelapa mudah melapuk dan mudah busuk, sehingga dapat
menjadi sumber penyakit tetapi daya menyimpan air sangat baik dan mengandung
unsur-unsur hara yang diperlukan serta mudah didapat dan murah
harganya.(Agromedia, 2006).
Apabila alat dan bahan telah siap aklimatisasi
segera dilakuan. Eksplan yang siap aklimatitasi di keluarkan dari tabung kultur
dengan bantuan pinset. Eksplan kemudian dibersihkan dengan air lalu direndam
pada campuran bakterisida dan fungisida untuk sterilisasi selama 10 menit.
Eksplan yang telah steril dikerringanginkan
kemudian siap ditanam pada media yang telah dibuat, yaitu media pot yang diisi
akar pakis dan arang dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya disemprot air agar
tetap segar.
V.
KESIMPULAN
Aklimatisasi adalah suatu
tahap penyesuaian suatu organism terhadap lingkungan baru yang akan
dimasukinya. Pada aklimatisaisi anggrek, hal-hal yang dilakukan adalh,
penyiapan eksplan, sterilisasi dan aklimatisasi pada media pot.
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia,
redaksi. 2006. Buku Pintar.Tanaman Hias. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Aisyah, S., 2002, Pengaruh Komposisi Media
Tanam Terhadap Pertum-buhan Bibit dari Plantlet Tebu (Saccharum officinarum
var.Ps 80-1424) pada Tahap Aklimatisasi Pembibitan Tebu, Tesis, Fakultas
MIPA, Universitas Diponegoro
Arditi, J. 1997. Orchid Biology, Reviews,
and Perpectives 1. Cornell University Press. Ithaca and London (US).
Ginting, B.,
W. Prasetio, T. Sutater.
2001. Pengaruh Cara Pemberian
Air, Media, dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan Anggrek Dendrobium. BALITHI.
Jakarta
Kartikasari, R. 2009. Pengaruh perbedaan media
tanam terhadap keberhasilan aklimatisasi Phalaenopsis sp. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Malang.
Nova Kristina dan Sitti Fatimah. 2012. Induksi
Perakaran dan Aklimatisasi Tanaman Tabat Barito Setelah Konservasi In Vitro
Jangka Panjang. Bl. Littro. Vol. 23 No. 1, 11 – 20
Parnidi dan Untung SetyoBudi. 2016. Keragaan
Klon-Klon Abaca (Musa textilis Nee)
Hasil Kultur in-Vitro pada Fase Aklimatisasi. Seminar Nasional
Pendidikan dan Saintek. Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat: Malang
Purnami N.L., Yuswanti H. dan
Astiningsih. 2014. Pengaruh Jenis dan Frekuensi Penyemprotan Leri Terhadap
Pertumbuhan Bibit Anggrek Phalaeonopsis sp. Pasca Aklimatisasi. Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 3, No. 1, Januari
2014.
Torres, K. C. 1989. Tissue Culture
Techniques for Horticultural Crops.Chapman and Hall. New York. London.
Wetherelll, D. F. 1982. introduction to in
vitro Propagation. Avery Publishing Group Inc. Wayne, New Jersey.
Wulandari T, dan Dewi S. 2014. Karakterisasi
Morfologi dan Pertumbuhan Populasi Planlet Anggrek Phalaenopsis Hasil
Persilangan Selama Tahap Aklimatisasi . Jurnal
Hort Indonesia. 5(3):137-147.
Yosepa, T., C. Siregar, E. Gusmayanti. 2012.
Pengaruh penggunaan jenis media terhadap aklimatisasi anggrek Dendrobium sp.
(hibrida). J. Sains Mahasiswa Pertanian. 2(2): 1-2.
Tujuan kegiatan praktik ini untuk mengetahui proses aklimatisasi
anggrek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar